12 Mar 2021

Koas Stase Bedah

Koas merupakan salah satu fase di dalam hidup gw yang gw rasa sangat berdampak pada kehidupan gw sekarang. Yaiyalah. Soalnya gw ngejalanin koas sendiri selama sekitar 2 tahun lebih dikit di rumah sakit pendidikan setelah 3,5 tahun belajar di kampus. Dimana saat-saat koas itu gw habiskan dengan banyak berinteraksi dengan pasien-konsulen-perawat-konsulen-pasien-perawat-koas-staff rs-sekretaris SMF-konsulen-pasien-pasien-konsulen dan sesama koass sambil bercucuran keringet nangis darah.

Buat yang belum tahu, jadi koass ini adalah masa pendidikan profesi setelah mendapatkan gelar sarjana kedokteran di FK. Jadi sebelum terjun ke rs sebagai koas, mahasiswa FK harus menyelesaikan studi pre-klinik dulu di kampusnya, menyelesaikan skripsi, lulus uji kompetensi OSCE-SOCA, dan mendapatkan gelar S.Ked. Habis itu baru bisa mulai pendidikan klinik di RS sebagai koass.

Figur 1.1  Ilustrasi saat OSCE
Koass ini ditempuh selama kurang lebih 2 tahun (kalau lancar) dan tergantung kurikulum koas universitas FKnya juga. Jadi dalam 2 tahun itu kita terbagi ke dalam beberapa stase yang di dalam masing-masing stase kita belajar ilmu yang berbeda-beda. Contohnya stase mata, THT, penyakit dalam, obgyn, anak, dan lain-lain. Kalo di kampus gw, masing-masing stase biasanya ditempuh dalam waktu 1 bulan untuk stase minor (mata, kulit, THT, dsb), dan 2,5 bulan untuk stase mayor (IPD, Obgyn, Anak, dan Bedah).

Tentunya, masing-masing stase ada target kompetensi dan standar kelulusan yang harus tercapai sebelum stasenya selesai, masing-masing stase ada ujiannya, dan dosennya disini kita langsung berhubungan sama konsulen (dokter spesialis) yang akan ngasih nilai ke kita. Yang nggak lancar gimana? Kalau yang dimaksud nggak lancar itu yang harus mengulang stase karena nggak lulus. Bisa nggak lulus ujian, target kompetensinya nggak tercapai, kurang tindakan, atau bahkan yang paling penting yaitu masalah attitude. Bisa? Oh sangat bisa dan banyak yang ngalamin.

Setelah selesai menempuh koass, maka mahasiswa FK selanjutnya harus mengikuti UKDI (Uji Kompetensi Dokter Indonesia) yang diadakan beberapa kali dalam setahun. Di UKDI ini mahasiswa FK yang akan menjadi dokter akan diberikan soal tertulis (100an soal) dan OSCE (Objective Structured Clinical Examination), kayak ujian prakteknya gitu, kita dikasih simulasi soal dan simulasi pasien. Dari hasil ujian tertulis dan OSCE UKDI inilah nanti mahasiswa FK akan dinyatakan layak/tidak layak untuk lulus menjadi seorang dokter yang menyandang gelar "dr.". Bisa nggak lulus UKDI? Bisa banget. Banyak mahasiswa kedokteran yang harus retake UKDI karena gagal di UKDI sebelumnya. Bisa berkali-kali bahkan ada yang sampe kurleb 8x retake UKDI baru lulus. Jadi memang untuk menjadi seorang dokter, ujian dan standar kompetensinya itu nggak main-main.

Cuma ngetiknya aja gw udah puyeng. Hueh.

Nah ceritanya kali ini gw mau menceritakan pengalaman gw selama menjalani hari sebagai koas bedah di salah satu RS pendidikan. Stase bedah merupakan salah satu stase yang jadi momok di kampus gw. Stase ini bisa dibilang adalah salah satu stase yang tercapek, ter-nggak-tidur, tertegas, terserem, dan tersulit yang gw rasakan selama koass, dan karena satu dan lain hal kesalahan gw, gw harus ngulang stase bedah lagi. Jadi temen-temen gw bedahnya cuma 2,5 bulan, gw jadi 5 bulan. Ntaps.

Jadi selama 10 minggu di stase bedah ini, setiap minggu terbagi-bagi lagi menjadi mini-stase yang kita sebut sebagai box. 1 box isinya 2-3 orang koass sebagai teman sekelompok. Contohnya box bedah umum, box bedah digestif, box bedah vaskular, box bedah anak, box bedah saraf, box bedah plastik, box bedah tulang (orthopaedi), box urologi, dan box bedah onkologi. Tapi dari semua box itu secara umum ada beberapa kewajiban koas yang harus dikerjakan. Mari kita jabarkan satu-satu:

1. Follow Up Pagi

Follow up pagi ini sebenernya bisa dibilang follow up subuh/dini hari sebenernya. Soalnya jam 7 pagi tepat kita udah harus ngirim hasil follow-up pasien se-RS yang termasuk ke dalam pasien di box kita. Jadi misalnya kalo kita lagi di box bedah digestif ya semua pasien bedah digestif itu harus kita follow up dan laporkan hasil follow upnya pada jam/sebelum jam 7 pagi tepat. Ga boleh telat.

Jadi kita datengin satu-satu pasien yang lagi dirawat di bangsal/HCU/ICU/ICCU yang juga dirawat oleh konsulen bedah terkait mengenai keadaannya, keluhannya saat ini, pemeriksaan yang ditemukan, dan rencana terapi/tindakan selanjutnya. Tapi masalahnya adalah pasiennya bisa puluhan dan kita harus datengin pasien itu di masing-masing gedung. Kita harus periksa masing-masing bangsal buat ngecek adakah pasien bedah anu di bangsal tersebut. Kadang ada pasien yang baru masuk yang ternyata kita skip/miss wah itu jadi masalah besar pas nanti kita lagi ikut visite konsulen.

Totalnya ada 5 gedung dan belasan ruangan/bangsal (mungkin lebih) yang kita harus periksa dan semuanya itu harus kita laporkan ke konsulen sebelum jam 7 pagi. Meskipun koassnya ber-3 dalam satu kelompok tetep aja kita harus mulai sebelum subuh atau maksimal setelah solat subuh kita udah harus follow up pasien. Kalo sebelumnya kita liat kayaknya pasiennya yang dirawat lagi banyak, nggak jarang gw harus mulai follow up pasien jam 2 atau jam 3 pagi.

Sampe-sampe perawat bangsal suka nanya "dok, lagi jaga malem?" "nggak kak, ini lagi follow up pasien" "rajin bener dok" "hehehe". Meskipun gw dibilang rajin tapi kalo follow upnya nggak kelar ya disemprot juga lah. Tergantung tipe orangnya sih sebenernya, temen gw ada yang bisa follow-up cepet ada yang lama. Nah gw tipe yang kalo follow-upnya kesiangan langsung panik wkwk

Setelah lapor follow up, selanjutnya adalah sesi berdoa supaya tidak ada pertanyaan macam-macam dari konsulen mengenai pasiennya yang kita nggak tau/belom dicatet/lupa nggak keperiksa. Kalo laporannya cuma di-read aja alhamdulillah aman. Pas liat ada tulisan "... is typing" disitulah ayat-ayat suci mulai secara lantang dikeluarkan.

Oiya, bedah pertama gw setim ber-3 koasnya. Tapi pas gw ngulang bedah buat yang kedua kalinya gw setim cuma ber-2 dan COBA DIBAYANGKAN YA MANTAPNYA SEPERTI APA wkwkwk

2. Ikut Poli Konsulen

Di hari dimana konsulen ada jadwal poli ini bisa dibilang adalah saat-saat dimana sebagai koas bedah sini untuk nyolong-nyolong istirahat. Biasanya tugas koas pada saat ikut poli adalah ngambilin status pasien, bukain status pasien, manggilin pasien, dan kalau lagi hoki bisa sekalian diajarin teori/tindakan sama konsulennya. Disini biasanya saat-saat kita lagi teler-telernya dan bisa nyolong-nyolong tidur sambil berdiri. Kadang ada juga yang sampe ngorok sambil berdiri dan sampe diliatin konsulennya dan disuruh keluar buat cuci muka. Beneran deh.

Disini sebagai koas kita akan berdiri mulai dari poli dimulai sampai poli selesai. Jadi sehabisnya pasien aja. Kadang bisa 3-4 jam, kadang bisa sampe sore banget, kadang bisa sampe malem. Tergantung pasiennya. Di poli banyak yang bisa dipelajari dari interaksi konsulen dengan pasiennya. Kadang jadi tanpa sadar mengambil sebagian "gaya" konsulen buat dipake kita saat anamnesis ke pasien.

Yang agak mengerikan kalau misalkan tiba-tiba di tengah poli itu kalau kita ditanya pertanyaan yang bener-bener nggak terduga, dan kita nggak bakalan bisa jawab tentunya wkwk. Biasanya kalo udah begitu kita cuma bisa diem di belakang, nunduk, terus sambil pura-pura mikir padahal mah sebenernya ngantuk mau tidur. Siklus tersebut diulang selama beberapa kali sampai poli selesai.

3. Ikut Visite Konsulen

Nah setelah kita selesai poli, biasanya kita bakalan diajak visite sama konsulen ke pasien-pasien yang ada di bangsal. Artinya kita bakalan muter-muterin gedung se-RS buat nengokin pasien-pasien beliau yang lagi dirawat. Artinya lagi, catetan hasil follow-up kita akan diuji pada saat ini. Jumlah pasien, diagnosis, keadaan pasien, keluhan, terapi yang lagi dijalanin, rencana selanjutnya, rencananya udah dilakukan atau belum, dst, dst akan ditanyakan kebenarannya oleh konsulen.

Tugas kita pada saat lagi visite adalah ngekor di belakang konsulen sambil menginfokan pasien mana aja yang akan divisite, di gedung apa aja, lantai berapa, ada berapa, pasien dengan diagnosis apa, dan rute yang kita pilih akan menentukan jalannya konsulen. Artinya artinya, jangan sampe bikin konsulen bolak-balik gedung karena ada pasien yang kelewat. Artinya artinya artinya, kalo ada yang kelewat atau miskom atau misinformasi atau perbedaan antara kondisi pasien saat follow up dan saat divisite, dan ada hal yang harusnya kita tau tentang pasien tapi nggak tau, HAMSYONG. Dah gitu aja.

Oiya, jangan lupa bukain pintu, pencet tombol lift, entertain-entertain, tanya-tanya dan belajar-belajar langsung dengan konsulen adalah disini saatnya... kalau siap untuk ditanya balik dan kalau masih bisa fokus dan melawan rasa kantuk + lelah. Kalau nggak biasanya kita akhirnya cuma bisa nanya seadanya sambil berdoa dalam hati nggak ditanya yang macem-macem. Wkwk

Kalau waktu visite lancar dan selesai visite tidak ditambahkan semprotan dari konsulen, biasanya sih kita langsung sujud sukur di mesjid RS. Iya, stase bedah disini memang sangat mengingatkan kita akan Allah SWT dengan segala ampunan dan pertolongannya yang tidak terduga.

4. Ikut OK Konsulen

Sekarang OK. OK (baca: o-ka) atau singkatan dari Operatie Kamer yang bahasa kerennya disebut Kamar Operasi. Disini artinya kita ikut jadwal operasi konsulen bedah yang lagi kita ikutin. Setiap jadwal operasi beliau kita wajib ikutin. Kalau operasinya ada 4, ya 4-4nya kita ikut sampe selesai. Kalau ada 8 ya 8-8nya kita ikut. Kalo operasinya besar sampe sore atau malem, ya ikut sampe kelar pokoknya.

Disini tugas koas adalah mengobservasi tindakan operasi yang dilakukan oleh konsulen. Memang bukan semuanya kompetensi dokter umum yang akan kita lakukan nantinya, tapi dari OK ini kita bisa melihat teknik-teknik dasar bedah yang dilakukan oleh konsulen kita yang udah super-duper-master ini. Kalo hoki, kita biasanya diminta untuk jadi ASOP (Asisten Operator) yang tugasnya adalah memberikan alat, megangin alat, megangin traksi, megangin alat suction.. kadang make juga sih suctionnya, dan megangin macem-macem yang lainnya terutama megang nyawa sendiri biar nggak melayang karena saking tegangnya. Wkwk

Eh jangan salah, ngasih alat dan megang-megang alat ini pekerjaan yang sangat penting pada saat operasi. Tujuannya adalah untuk memastikan operasi berjalan lancar, cepat, dan smooth. Jadi tugas pemegang alat adalah selalu alert kapan dokter operator akan membutuhkan alat yang kita pegang dan kita harus dengan cepat memberikan alat tersebut. JADI GABOLEH BENGONG APALAGI TIDUR. BISA DIMAKAN KAMU. AUM.

Buat yang suka bedah, ini seru sih, dan sangat banyak ilmunya disini. Yang nggak enak disini adalah pertanyaan konsulen yang bisa macem-macem dan ya harusnya kita emang baca dulu kasusnya sebelom ikut OKnya jadi kalo ditanya kita bisa jawab dikit-dikit. Tapi gw nggaak soalnya gw lebih milih tidur daripada baca buku. Capek euy, suer. Wkwk

Oiya di ruang OK ini juga sering disetelin musik-musik pilihan, biasanya sih playlist dokter operatornya atau kadang-kadang dokter anestesi atau penatanya. Tujuannya biar operasinya berjalan tidak boring, menjaga konsentrasi, dan biar asik gitu ruang OKnya. Tapi tidak bagi koass karena lagu yang diputar di ruang OK saat itu akan tersimpan di dalam alam bawah sadar dan susah untuk dihilangkan.

Sebagai contoh, lagu-lagu Metallica akan selalu mengingatkan gw sama operasi carsinoma mammae dan lagu Charlie Puth yang Attention sampe sekarang kalo gw denger pasti langsung keingetan sama Morbus Hirschprung dan step-step pembuatan Colostomy serta muka konsulen gw waktu gw ditanya gabisa jawab. SAMPE SEKARANG. .___.

Ah iya, jangan lupa juga untuk follow-up pasien post-operasi dan pre-operasi untuk keesokan harinya dan dilaporkan ke dokter operatornya ya.

5. Jaga Malam

Jaga malam di stase bedah ini berbeda dari jaga malam di stase-stase lain. Bedanya adalah jaga malam disini koass dituntut untuk mandiri dan banyak sekali tindakan terutama menjahit-jahit. Jahit luka ya, bukan jahit baju. Setelah lelah follow-up, ikut poli atau OK, visite pasien, kita berharap kita bisa pulang ke rumah/kosan, makan makanan warteg yang mengenyangkan perut, dan bertemu dengan kasur yang sangat lembut untuk beristirahat TAPI TERNYATA TIDAK SEMUDAH ITU FERGUSO.

Jaga malam di stase bedah dimulai dari pukul 16.00 sampai dengan pukul 06.00 pagi. Jadi sekitar 14 jam jaga malem dan itu dimulai tepat setelah kegiatan pagi berakhir. Buat yang kebagian jadwal jaga malam itu, harus langsung siap-siap buat ganti baju jaga dan jaga di IGD sampe besok paginya. Dalam 1 hari ada 6 koass yang jaga malam. Banyak ya orangnya? Iya, tapi tugas dan pasiennya juga banyak banget.

Tugas koass pada saaat jaga malam di stase bedah ini adalah jaga IGD, dan kalau ada pasien-pasien yang termasuk pasien bedah, maka kita harus mengisi assessmen awal pasien bedah, anamnesis, pemeriksaan fisik, lalu lapor ke residen bedah atau langsung ke konsulen yang jaga malam itu, kemudian tunggu instruksi dari residen atau konsulen, lalu kita kerjakan semua instruksi pasiennya sampai selesai.

Contoh, kalau ada pasien dengan luka robek, kita anamnesis awal, pemeriksaan fisik, lalu foto lukanya. Laporkan. Tunggu balasan. Kalau disuruh jahit, ya kita jahit luka, rawat luka, kasih salep, tutup pake perban, selesai. Itu 1 pasien. Nah kebetulan kalau lagi jaga malam paling sedikit pasiennya itu 10 dan instruksinya kadang berat-berat karena memang RS pendidikan ini termasuk RS tipe A jadi rujukan pasien dengan keluhan yang berat banyak. Kalau lagi hoki pasiennya bisa 24-30an orang dalam satu malam. Muehehe

Eniwei, pasien yang masuk sini juga kadang butuh operasi darurat atau kita bilangnya CITO. Nah kalo ada pasien operasi cito, koass harus mempersiapkan persiapan operasinya mulai dari terapi awal (konsul dulu ya) sampai konsul-konsul toleransi operasi ke dokter-dokter spesialis lainnya yang harus cepat dikejar supaya operasi bisa langsung segera dilakukan. Iya harus segera! Namanya juga cito. Dan harus ada koass yang ikut operasi cito malam itu. Tugasnya? sama kayak tugas di OK konsulen kurang lebih.

Mabok mabok dah lu.

Tapi jaga malam di bedah ini salah satu yang paling banyak ilmunya. Soalnya disini koass jadi belajar buat mandiri, pegang pasien sendiri (dengan supervisi tentunya), sampai melakukan tindakan sendiri. Ya pasang infus, NGT, kateter, jahit dari yang kecil sampe yang luebar banget, dan lain-lain.

Sambil liat jam, kita ber-6 biasanya serius banget nungguin jam dinding itu tiba-tiba udah di angka 4 pagi atau 5 pagi gitu. Istirahat? Enak aja, jangan lupa FOLLOW UP pasien bangsal. Hahahahaha

Figur 1.2 Orang lagi betulin mobil

6. Ujian Bedah

Oiya jangan lupa nih, sebagai koass bedah kan kita masih status mahasiswa, jadi pasti harus melakukan ujian, nggak terkecuali juga di stase bedah ini. Ujian di stase bedah sini ada dua. iya, DUA. Ada ujian mayor dan ujian minor.

Ujian mayor ini seperti ujian pasien pada umumnya. Kita dikasih kasus pasien (biasanya yang mau operasi) terus kita ambil data awal sebelum operasi dan GA BOLEH LIAT STATUS, terus kalo jadwal OKnya bisa kita ikutin (baiknya sih) kita ikutin, terus follow-up sesudah operasi. Abis itu kita bakal dikasitau siapa konsulen penguji kita dan kita ujian sama beliau dengan pasien yang udah kita ikutin tadi. Kita presentasiin pasiennya dari A-Z terus ditanya-tanya seputar ilmu bedah dan lainnya. Kalo bisa jawab, bagus. Gabisa jawab? Bisa dikasih PR, bisa disuruh ngulang, bisa nggak lulus. Huhu

Kalo ujian minor ini kita praktek bedah minor langsung. Bisa macem-macem kasusnya bisa dari sirkumsisi (sunat) atau pengangkatan mata ikan, atau yang paling sering sih lipoma. Pasiennya adalah pasien sukarela yang mau dilakukan tindakan secara gratis, kemudian kita lakukan tindakannya dengan supervisi dari konsulen penguji kita. Kita lakukan A-Z, dari nge-belek pasiennya sampe tutup jahit lagi sendiri. Abis itu presentasiin lagi kasus dan pasiennya sama konsulen penguji dan ditanya-tanya. Dah, kelar.

Ujian minor dan mayor harus dilakukan dua-duanya tanpa kecuali ya.

Oiya selain ujian juga, setiap koass harus presentasi 1 kasus pasien, 1 referat, dan 1 journal reading dengan konsulen yang sudah ditentukan. Iya. Itu tugas wajib gaboleh ga dikerjain. Harus pokoknya kudu mesti ga mau tau. Wkwk

7. Dan Lain-lain

Selain hal-hal diatas, di stase bedah disini ada agenda khusus yang dilakukan setiap malem Jum'at yaitu bermain futsal bersama konsulen-konsulen bedah. Kayaknya sih maksudnya biar badan kita tetep fit dalam menjalani tempaan demi tempaan di stase bedah ini. Futsal ini wajib diikuti semua koas bedah tanpa kecuali dan kalo ga bisa ikut harus ada ijin resmi. Tenang aja, lapangan futsalnya udah dibooking dan dibayarin sama konsulennya kok. Mantep kan.

Tugas kita sebagai koas bedah adalah harus menyiapkan lapangan terlebih dahulu, siapin seragam futsal, air minum untuk bersama, sambil menunggu konsulen dan residen-residen datang. Abis itu maen bareng deh. Seru, sih. Tapi buat gw yang emang nggak bakat maen bola dan lebih sering kesandung dibandingin masukin bola ke gawang serta dalam kondisi super capek dan super ngantuk jadi futsalnya berasa... ya udah aja gitu. Wkwk

Padahal kalo diinget-inget lagi saat futsal itu adalah saat-saat dimana kita bisa mendekatkan diri dan mengetahui lebih lanjut mengenai konsulen kita dan bisa dapet koneksi kenalan ke residen-residen bedah. Yaa, tapi itu kalo kondisi kita lagi nggak ngantuk, kepikiran tugas, kepikiran ujian, dan kepikiran kasur. Wkwkw

---

Figur 1.3 Setelah stase bedah

Ya jadi kayaknya itu sedikit-banyak kesan dan pengalaman gw selama menjalani koas di stase bedah. Tugasnya banyak, jam kerja yang panjang dan melelahkan, dan wow wow wow deh pokoknya. Tipsnya kalo dari gw sih selama menjalani koas di stase bedah selama 5 bulan itu adalah jalanin aja nggak dirasain. Kalo dirasain pasti bakalan terasa banget capek dan nggak kuatnya. Jalanin aja dan lama-lama nggak berasa udah di ujung stase dan udah harus ujian aja.

Tapi tetep berasa sih.

Tapi terlepas dari itu ilmu yang didapatkan banyak dan sangat berguna dan gw rasain sendiri setelah udah bisa praktek mandiri kayak sekarang.

Dah gitu aja yak. Wkwk

Makasih udah baca gaes, semoga bermanfaaat~

11 Mar 2021

Diet Diem-Diem Diet

Diem.

Iya, bentuk bakunya sih sebenernya diam, ya. Bukannya "diem". Tapi gw lebih suka aja pake diem. Biarin apah kan gw yang punya blog. Wkwk

Halo guys balik lagi sama gw Tiar disini dalam blog Baru Belajar Makan yang udah terbit sejak tahun 2008 dengan kualitas dan konsistensi update yang tentu saja sangat tidak menentu ini. Mumpung bulan ini dan bulan lalu gw lagi getol banget buat ngetik-ngetik apa yang ada di dalem kepala gw, meskipun kepala gw sebenernya lebih sering dikontrakin karena kosong. Tapi tenang, tetep full AC dan kamar mandi dalam.

Figur 1.1 Ilustrasi isi kepala Tiar

Oke, jadi sebenernya kali ini kita mau ngomongin apa? 

Jadi hari ini gw mau ngomel-ngomel. Wkwkwk

Beberapa waktu yang lalu saat gw buka Twitter gw nemu postingan yang sangat men-trigger ketenangan pikiran dan jiwa gw. Iye-iye bahasanya berat ye. Tapi bukan itu masalahnya. Setiap gw buka Twitter di sebuah hari yang indah, dimana matahari sedang bersinar terang-benderang, burung-burung sedang berterbangan berkicau hinggap kesana-kemari, bunga-bunga bermekaran, tawon-tawon menyengat-nyengat.. Pasti ada aja Twit yang bikin ribut dah. Nggak tau kenapa kayaknya orang-orang ini emang seneng bener ribut.. apa aja diributin. -_-)

Jadi Twit ini berisikan tentang sebuah tips diet yang diendorse oleh influencer. Emang, sekarang kalo kita nyari seabreg macem model diet di luar internet sana pasti bakal ketemua banyak banget jenis diet. Low calorie diet lah, Intermitten Fasting lah, Corbuzier diet lah, dan diet-diet lainnya. Tapi yang jadi permasalahan di Twit ini adalah bahwa si program diet yang dia promosiin ini sangat bertentangan dengan keilmuan mengenai gizi yang selama ini kita pelajari sodara-sodara. Bahkan beberapa klaimnya cenderung membahayakan kalau semerta-merta diikutin. Iya, sih, emang kalo bilang berat badan turun ya pasti bakal turun kalo diliat dari detil programnya. Tapi ya itu, membahayakan.

Heu'euh.

Jadi gw baca tuh, sepanjang thread membentang, dipaparkan oleh akun twitter yang penggunanya adalah seorang ahli gizi mengenai program diet tersebut. Jadi di program diet itu sehari makannya itu <500kkal dan nggak pake sayur dan buah. Gils. Dan udah banyak testimoni-testimoni dari orang-orang yang ngikutin diet tersebut bahwa setelah beberapa hari pake menu makan dari diet itu langsung nggak BAB berhari-hari dan bahkwan ada yang sampe dirawat di RS dengan berbagai macam kondisi. Parahnya ini di dalem buku ini mencantumkan juga nama dokter dan fotonya sebagai klaim bahwa diet ini didukung oleh dokter ybs. Aduh. Gw tepok jidat.

"Tapi kan jadinya berat badannya tetep turun drastis juga?"

Eh kompor mledug. Dengerin nih ye. Berat lu turun si bisa turun cepet, tapi jeroan lu juga ikutan turun. Bahaya sih ini, penurunan berat badan dengan cara diet yang sembarangan itu bisa membahayakan. Berdasarkan testimoni, yang masuk RS karena mengikuti program diet ini menyebutkan adanya penurunan elektrolit di dalem darah dengan kadar yang cukup banyak. Dan yang biasa punya sakit magh juga jangan ditanya, juga bakalan kambuh.

Figur 1.2 Hati-hati memakai kompor

Kalo boleh jujur, nih, ya. Selama gw sekolah kedokteran, ilmu gizi ini salah satu yang ternjlimet dan banyak itungannya. Banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam membuat menu harian untuk satu orang pasien. Jumlah kebutuhan kalori per harinya, jumlah protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Semua itu harus seimbang dan disesuaikan dengan kondisi pasiennya. Pasien dengan DM? menunya beda. Pasien dengan hipertensi? menunya beda. Pasien yang mau naik berat badan? Naiknya berapa kilo? aktivitas hariannya apa aja? Pasien mau nurunin berat badan? Berapa kebutuhan kalori hariannya? berapa target turun berat badannya dalam 1 minggu? Bagaimana mengatur menunya supaya fungsi tubuh tetap terjaga tapi pasien bisa mencapai berat badan ideal yang diinginkan? Banyak.

Jadi, ilmu gizi ini nggak semerta-merta asal plek, ketuplek-tuplek terus "eh, bisa nih gw bikin program diet, berat gw turun dengan cara-cara ini-anu-ini, bisa nih gw bikin program diet buat orang-orang di internet" nggak semudah itu ya Fernando. Nggak cuma ilmu gizi aja, sih, sejatinya semua bidang ilmu itu seperti itu. Kita harus bener-bener mempelajari ilmu tersebut dari ahlinya dulu, yang berpengalaman, baru kita bisa bicara mengenai ilmu itu. Dan tiap ilmu pasti ada kompetensinya masing-masing, dimana ada kompetensi, ada uji kompetensi. Jadi dalam keilmuan itu nggak ada yang asal-asalan ya guys. Nggak boleh asal-asalan.

Mungkin kita semua sering denger sebuah kata mutiara jaman dulu yang biasa ada di buku tulis SIDU waktu SD, bahwa "diam itu bau", eh. "Diam itu emas" maksud gw. Kalo gw perhatiin juga sebenernya waktu pelajaran Bahasa Indonesia waktu SD banyak kata-kata mutiara yang bagus-bagus, dan kalau kita pahami artinya setidaknya kita bisa belajar sedikit-banyak mengenai pelajaran hidup, norma-norma, dan tata krama di masyarakat yang akhir-akhir ini kayaknya udah banyak banget orang yang lupa/nggak tau/nggak peduli. Nggak tau kenapa, ya, mungkin udah banyak yang nggak pake buku SIDU waktu sekolah tapi pakenya buku CAMPUS. Tapi gw nggak tau juga ya gw cuma seonggokan orang yang suka ngetik blog.

Lanjut.

"Diam itu emas" ini kepake banget terutama kalau pas lagi koas dulu. Sayangnya, gw dari dulu itu orangnya emang suka sotoy dan nyerocos bae apa yang ada di mulut gw, padahal yang seperti gw bilang tadi kalo kepala gw masih belom ada yang ngontrakin. Nah, di koas harus dikurang-kurangin nih yang begini. Soalnya semakin lu nyerocos tanpa dasar yang jelas ya lu sama aja kayak gali kuburan sendiri. Semakin nyerocos akan semakin dalam, semakin dalam, semakin dalam, sampe akhirnya lu berubah jadi Romi Rafael di depan konsulen. Ya, siapatau aja gitu kan.

Di stase bedah, salah satu stase ter-capek, ter-gila, ter-nggak-tidur, ter-nunduk yang gw alamin dan gw rasain si "diam itu emas" ini kadang sering banget gw lupain. Ya akhirnya gw dikubur bareng-bareng seiring gw nyerocos. Sampe akhirnya salah satu konsulen gw ngebentak waktu gw lagi lapor pasien "KALO LU NGGAK TAU LU DIEM AJA! GW NANYA SAMA RESIDEN GA NANYA SAMA LU!". Gw kaget. Tapi nggak kaget juga sih, soalnya udah biasa. Tapi anggep aja gw kaget ya. Oke. Gw kaget.

Figur 1.3 Ilustrasi diam

Gw kaget soalnya gw waktu itu belom tidur 2 harian dan tiba-tiba konsulen gw teriak depan muka gw. Terus gw mikir. Iya juga yak. Gw kalo gatau mah diem aja, semakin gw ngomong bakalan semakin keliatan gobloknya. "Naah, gitu dong yar. Sadar juga akhirnya lu." kata temen gw dari kejauhan. Wkwk. Kampret. Tapi iya, berkat beliau ya gw jadi lebih sering mempraktikkan "diam itu emas" di dalam kehidupan perkoasan gw dan Alhamdulillah beberapa kali terselamatkan berkat itu. Wkwk

Intinya, gw rasa orang-orang di dunia maya dewasa ini udah jarang mempraktikkan ini. Karena ini juga lah, mungkin, banyak Hoax-hoax nggak bertanggung jawab di luar sana yang ujung-ujungnya cuma merugikan kita semua. Memang saat ini kita di dalam era yang bebas se-bebas bebasnya untuk mengeluarkan opini apapun bentuknya, tapi kalo yang disampaikan cuma sebatas opini, udah gitu opininya nggak bener, ngajak-ngajak lagi, parahnya banyak yang ngikutin pulak. Kan, jadinya bukan kebaikan yang tersebar tapi malah jadi merugikan banyak orang.

Menurut gw, orang yang bisa jadi influencer adalah orang yang beruntung dan memiliki rejeki lebih di bidangnya. Tapi alangkah lebih baiknya bahwa seorang influencer memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi atas yang dia influence-kan ke orang banyak, karena sebagai role model, seorang tokoh, tindakan, perbuatan, gerak-gerik, perilaku yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar akan dapat mempengaruhi banyak orang dan menimbulkan dampak yang besar.

Gitu deh pokoknya ya guys. Sekarang ini semua orang bisa menjadi siapa aja, bisa jadi apa aja, dan baik buruk itu gampang banget diputar balikkan. Jadi kita semua harus ekstra hati-hati dan selalu waspada ya.

Dah gitu aja deh ranting gw di postingan kali ini.

Stay safe, keep healthy! I'll see you on the next post ! :D