21 Feb 2022

Bundo

Bagi orang yang besar atau berasal dari pulau sumatra pasti sudah kenal bahwa kata tersebut merupakan sebuah panggilan hangat untuk Ibu.

Di keluarga gw, panggilan Bundo adalah panggilan spesial yang disematkan pada seorang yang juga sama spesialnya di keluarga ini. Bundo merupakan panggilan sayang kita untuk nenek gw. Siapapun orangnya, ibu-ibu, bapak-bapak, mba-mba ART, nci-nci, ngkoh-ngkoh, abang-abang yang jualan di sekitar dan keliling komplek gw sudah akrab memanggil nenek gw dengan sebutan Bundo.

Begitulah spesialnya sebutan tersebut, sampai kata yang umumnya digunakan untuk memanggil Ibu dalam bahasa daerah, menjadi sebuah sebutan yang spesial yang membekas di hati kita semua.

Gw memiliki campuran darah orang padang dan orang jawa. Nyokap gw lahir di Padang dan bokap gw lahir di Jawa. Nenek gw ini adalah ibu dari nyokap gw, karena itulah beliau dipanggil dengan sebutan Bundo.

Bundo di mata gw adalah seorang ibu dan nenek yang tegas kepada anak-anak dan cucu-cucunya, meskipun demikian beliau sangat penuh dengan kasih sayang. Ketegasan yang beliau tunjukkan kepada kami semua juga merupakan salah satu dari bentuk bermacam-macam kasih sayangnya. Selain itu beliau juga merupakan seorang yang amat sholehah. Semenjak gw kecil, yang gw ingat dari Bundo adalah beliau selalu mengisi hari-hari senjanya dengan sholat, mengaji, dan meskipun sudah berusia lebih dari setengah abad pun beliau masih rajin melakukan puasa sunnah. Tentunya beliau juga sering sekali mengingatkan kita semua untuk jangan lupa beribadah dan selalu ingat kepada Allah, meskipun mungkin pada saat dinasihati, kita hanya melengos dan menganggapnya sebagai percakapan rutin sehari-hari saking seringnya kita mendengar pesan beliau yang satu itu.

Yah. Mungkin pada saat itu kita menganggap karena kita masih punya banyak waktu untuk bertemu dengan Bundo di hari-hari esok yang akan nanti untuk mendengar kembali nasihat Bundo itu.

Waktu kecil pun, pada saat gw diceritakan sama nyokap tentang kehidupan keluarga gw di masa lalu, gw melihat bundo sebagai seorang yang memang sangat gigih berjuang untuk keluarganya. Bagaimana nyokap waktu itu menceritakan bahwa pada dahulu kala keluarga gw bukanlah keluarga yang berkecukupan dan beberapa kali harus bersusah-susah untuk dapat makan sekeluarga.

Gw beberapa kali diceritakan oleh nyokap bahwa dahulu, keluarga kita sempat beberapa kali mencoba pekerjaan tambahan untuk menambah pendapatan keluarga. Seperti cerita Ungku (suami Bundo) yang juga menyambi sebagai supir taksi dan sempat sukses, namun jatuh karena dikhianati oleh rekan kerjanya. Kemudian cerita bahwa dahulu kita juga pernah punya usaha Rumah Makan Padang di Bandara Soekarno-Hatta yang cukup ramai pada zamannya.

Membayangkannya saja gw udah merasakan beban yang harus dilewati Bundo sejak dulu kala hingga saat ini kita bisa hidup dengan segala kecukupannya yang gw rasa sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan kondisi dahulu. Menurut gw, Bundo sudah dengan sangat sukses mendidik ketiga anaknya dan menaikkan derajat keluarga hingga bisa sampai seperti ini.

Bundo dikenal sebagai sosok guru sejarah di salah satu SMA di Jakarta yang cukup ngetop pada zamannya. Sampai sekarang pun, jika ditanya soal sejarah pada tahun berapapun, Bundo akan menjawab dengan penuh antusias, mata yang berbinar-binar, dan mulut yang berbicara tanpa henti. Terkadang gw heran memori berusia 82 tahun yang Bundo punya mengenai sejarah itu disimpan di sebelah mana, karena jika kita mendengar cerita Bundo dengan seksama, ada beberapa detil kejadian yang diceritakan dengan rinci namun tidak pernah kita tahu sebelumnya. Memang hebat Bundo ini.

Beberapa tahun belakangan ini, Bundo mulai sering bolak-balik rumah sakit dikarenakan kondisinya mulai menurun. Bundo memang memiliki riwayat hipertensi, namun sayangnya penyakit hipertensi ini tidak diketahui sebelumnya dalam jangka waktu yang cukup lama dan bisa dibilang agak terlambat untuk memulai pengobatannya. 

Dalam perjalanan melawan penyakitnya, Bundo tidak pernah putus asa untuk berobat. Bundo selalu bilang "semua penyakit pasti ada obatnya". Ya, benar, yang dibilang Bundo itu adalah kata-kata dalam al-Qur'an yang sering Bundo baca. Meskipun berulang kali masuk RS dan harus minum obat-obatan yang cukup banyak, Bundo tetap berjuang dengan penuh semangat.

Gw ingat dari banyaknya riwayat rawat inap Bundo di RS, memang paling sering adalah akibat masalah di jantungnya yang diakibatkan karena penyakit hipertensinya. Kemudian beberapa lama setelahnya, Bundo mengalami infeksi di paru-parunya yang sempat menyebabkan disorientasi sampai beberapa waktu. Alhamdulillah, pada saat itu Bundo bisa kembali lagi kepada kita. Namun luka bekas infeksi di paru-paru bundo pada saat itu ternyata menetap dan memperberat kondisi Bundo hingga saat ini. Kemudian karena memang kondisi bundo yang sudah berat, lama kelamaan ginjal Bundo pun mulai mengalami masalah dan tidak lagi berfungsi seperti sedia kala. Memang hal tersebut merupakan salah satu yang menjadi komplikasi dari penyakit hipertensinya yang sudah cukup lama diderita. 

Tak lama setelah itu, Bundo juga sempat mengalami penyakit saraf kejepit yang membuat Bundo sempat tidak bisa berjalan untuk beberapa waktu, harus dengan kursi roda, dan dipapah. Namun, Bundo selalu bertekad untuk melakukan semuanya sendiri dan tidak mau dibantu oleh orang lain. Bundo selalu berusaha untuk bisa mandiri. Meskipun Bundo sudah sulit berjalan, terkadang kita masih sering melihat bundo berusaha berjalan sendiri ke dapur, ke kamar mandi, atau bahkwa sekedar ke ruang tamu untuk menonton tv. Meskipun kita tahu bahwa penyakit saraf kejepitnya sudah cukup berat dan pasti sangat sakit untuk dirasakan. Alhamdulillah saat itu Bundo menemukan dokter yang bisa melakukan blok saraf dan meskipun harus dilakukan operasi sedang di usia Bundo yang sudah tidak muda lagi. Setelah dioperasi, Bundo langsung keluar ruangan dengan berjalan sendiri.

Berbagai masalah penyakit yang diderita Bundo acapkali tidak terlalu dipermasalahkan oleh Bundo. Bundo rajin minum obat, selalu menurut jika disuruh minum obat, dan Bundo selalu minta diantarkan ke dokter jika sudah merasa ada yang tidak beres dengan kondisinya. Nyokap gw yang memang tinggal serumah dengan Bundo, selalu setia untuk menemani dan mengantar bundo.

Umur memang hanya Allah yang tahu.

Berkali-kali Bundo masuk ke rumah sakit, berkali-kali itu pula Bundo pulang kembali kepada kita dengan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Gw pikir, Alhamdulillah, Bundo masih diberikan umur yang panjang pasti bukan tanpa alasan.

Namun ternyata kali ini berbeda.

Hari itu rumah gw ditelfon sama kakak gw yang bilang bahwa Bundo tidak respon setelah selesai melaksanakan sholat ashar. Gw yang hanya berjarak beberapa puluh meter dari rumah Bundo langsung ke rumah Bundo naik motor. Di situ, gw lihat Bundo sedang terduduk dengan mata terbuka, namun tidak merespon ketika dipanggil. Beberapa kali gw panggil tidak ada respon, bahkan bola matanya pun tidak bergerak. Berbekal dengan segala keterbatasan ilmu yang gw miliki, gw tahu pasti ini adalah keadaan emergency. Stroke? Syok? Ensefalopati? Semuanya mungkin. Gw lihat bundo masih bernafas dan detak jantung stabil, gw ambil keputusan untuk mengarahkan segera ke IGD yang memang bisa menerima pasien non-covid. Ya, kebetulan saat ini masih pandemi covid, variant omicron yang sedang menyebar dengan marak.

Gw coba buat angkat Bundo ke kursi roda untuk segera dipindahkan ke mobil kakak ipar gw.

Sempat beberapa saat, Bundo seperti hendak mengangkat tangannya. Entah ketika itu yang di pikiran gw mungkin Bundo meminta tolong untuk segera dilarikan ke rumah sakit, namun setelah gw pikir sekarang.. apakah Bundo sebenarnya mau bilang "tidak usah, tidak apa-apa"?

Sebelumnya memang saat itu pukul 01.00 dini hari sebelumnya, nyokap sempat mengantar Bundo ke RS swasta yang sering sekali dikunjungi Bundo untuk berobat. Namun di RS tersebut mengatakan bahwa Bundo sedang tidak bisa dirawat di sini karena kasus covid sedang tinggi. Akhirnya pada saat subuhnya Bundo dibawa pulang, dan sore harinya terjadilah kejadian tadi.

Berbekal oksigen, kakak ipar gw beserta nyokap langsung menuju ke salah satu rs swasta besar yang cukup tersohor di daerah sini.

Gw nggak ikut.

Setelah beberapa saat nyokap mengabarkan bahwa Bundo sudah langsung ditangani dan dikatakan beberapa kali menggerakkan anggota tubuhnya, namun hanya sebelah. Dokter yang berjaga mencurigai adanya episode stroke pada Bundo, sehingga diperlukan pemeriksaan lengkap dan banyak.

Gw bilang ke nyokap bahwa harus diperiksa semua, apapun yang disarankan, karena tidak diketahui pasti penyebab tidak responnya Bundo. Gw pun nggak tahu apa-apa dan nggak bisa memperkirakan sebenarnya apa kemungkinan yang terjadi.

Malamnya, nyokap berkabar bahwa Bundo harus masuk ICU. Gw bilang iya, karena gw juga memperkirakan ini penyebabnya adalah memang sesuatu yang mengharuskan untuk dirawat secara intensif. Kemungkinan paling besar yang gw pikirkan disitu adalah komplikasi yang disebabkan gagalnya ginjal Bundo karena memang sudah terlalu berat kerusakannya, atau jantungnya, atau stroke.

Namun gw masih berperasaan positif, karena beberapa waktu yang lalu Bundo juga pernah masuk ICU di RS yang sama, dan kemudian Bundo sangat kuat dan bisa kembali pulang kepada kita dengan kondisi yang lebih baik.

Tapi pada saat dini harinya, nyokap berkabar bahwa Bundo harus dipasang ventilator. DEG. Artinya perburukan, dan artinya penyakit Bundo kali ini cukup berat dan kemungkinan yang gw pikirkan saat itu hanyalah 50:50. Berusaha tenang dan tidak ingin membuat nyokap dan keluarga panik, gw memberi saran seadanya.

Besoknya gw ke rs tempat Bundo dirawat, bersamaan dengan mertua gw. Nyokap minta mertua gw buat mendoakan Bundo supaya diberikan yang terbaik. Pada saat itu kita harus menunggu beberapa jam untuk waktu kunjung ICU. Ketika waktu kunjung datang, gw dan nyokap berdiskusi dengan dpjp Bundo seorang Sp.S. Dari Sp.S kemungkinan memang ada stroke namun beliau pun belum yakin karena pada CT-scan terdapat banyak tanda-tanda infark lama, namun tidak ada tanda infark baru.

Artinya, sebenarnya Bundo sudah berulangkali mengalami stroke namun sama sekali tidak ada gejala yang tampak pada Bundo. MasyaAllah. Kuat sekali.

5 Hari di ICU, dokter mengatakan bahwa tidak ada perubahan kondisi yang berarti pada Bundo. Diharapkan keluarga dapat berunding dan Bundo direncanakan untuk dipindahkan ke ruang biasa. Di sini gw kurang lebih sudah tahu tujuan akhirnya, gw bicarakan dengan keluarga terutama nyokap dan adik-adiknya.

Berunding cukup lama dan maju-mundur mengenai keputusan ini, akhirnya Bundo dipindahkan ke ruang biasa. Meskipun napas Bundo masih ada napas spontan, namun idealnya masih harus dibantu dengan ventilator. Dipindahkan ke ruang biasa artinya, ventilator harus dicabut. Pada saat Bundo dipindahkan ke ruang biasa, gw lah yang mencabut ETT Bundo karena dari rs untuk keputusan mencabut ventilator haruslah keluarga yang melakukan.

Tega nggak tega.

Tahu nggak tahu.

Keputusan berat dan kemungkinan pada saat dicabut napas Bundo bisa berhenti saat itu juga. Dengan Kuasa Allah, Bundo bernapas dengan kuat tanpa ventilator dan masih bertahan sampai beberapa hari di ruang biasa dengan oksigen dan tanpa ventilator.

Saat itu kita semua kurang lebih sudah tahu kedepannya akan bagaimana. Harapan kita satu-satunya hanyalah mukjizat yang diberikan Allah jika Bundo bisa kembali sadar dan sehat.

Berhari-hari di ruang biasa, dengan penanganan yang dimaksimalkan, Bundo tetap tidak ada tanda perbaikan. Dokter dpjp menyarankan untuk home care dan end-of-life care karena jika tetap di rumah sakit pun, tidak ada yang bisa dilakukan. Akhirnya pada hari Sabtu 19 Februari 2022, Bundo pulang ke rumah menggunakan ambulans dan tetap dibantu oksigen, dengan selang untuk makan juga masih dipakai oleh Bundo di rumah.

Malamnya, sepulangnya dari tempat kerja gw datang menengok Bundo. Masalah oksigen yang tidak bisa terus menerus diberikan karena hanya menggunakan oksigen tabung di rumah pun menjadi masalah. Gw periksa Bundo, saturasi oksigen 99% dengan menggunakan oksigen 4-5 liter per menit. Gw lihat nyokap gw sudah sangat capek. Gw bilang ke nyokap gw buat istirahat dulu, Bundo masih kuat.

Besoknya, Minggu 20 Februari 2022, Pukul 14.20.

Bundo pergi. Untuk selamanya.

Gw dan istri gw langsung ke rumah Bundo buat ngecek dan lihat Bundo.

Disitu, di tempat yang kemarin gw datangi dan masih melihat Bundo bernapas, sekarang Bundo sudah terbujur kaku. Tidak bernapas. Bahkan refleks cahaya di bola matanya pun sudah tidak bereaksi.

Bundo udah nggak ada.

Istri gw jatuh sambil menggendong anak gw dan nangis sejadi-jadinya.

Gw segera membersihkan badan bundo dari alat-alat kedokteran yang masih menempel di badan Bundo. Gw nggak nangis. Belum. Nggak tahu karena memang sudah terbiasa melihat kematian atau memang sudah tahu bahwa akhirnya akan seperti apa.

Tapi ternyata tidak.

Kehilangan orang terdekat sangat berbeda rasanya dan ketika kenangan-kenangan yang tersimpan mulai meluap kembali, disitu hati terasa tersayat.

Sedih.

Rindu.

Tidak terima.

Mungkin itu yang gw rasakan setelahnya. Meskipun beberapa kali gw pernah marah, sangat kesal, dan perasaan tidak menyenangkan lain ke Bundo. Tapi saat ini semua perasaan itu tidak ada, bahkan gw udah nggak inget apa yang bikin gw marah atau kesal ke Bundo.

Semua perasaan itu terganti dengan suatu hampa yang kita sadari tidak akan bisa terisi lagi.

Pada akhirnya, Bundo, dikebumikan pada hari Senin 21 Februari 2022 sebelum dzuhur, dengan diantarkan oleh banyak sanak saudara, anak, mantu, cucu, cicit. Semua mengantar kepergian Bundo.

...

Sampai saat ini pun gw masih setengah bermimpi. Tidak percaya rasanya Bundo yang sangat kuat, yang sering pulang pergi ke rumah sakit dan selalu kembali kepada kami semua, sekarang sudah pergi untuk selamanya.

Tidak ada lagi yang akan nanyain gw saat gw pergi ke luar dari rumah Bundo itu:

"Dinas siang de?"

"Dinas malam de?"

"Libur?"

"Sudah makan?"

atau yang paling sering ditanyakan ke gw adalah

"di luar hujan de?"

yang sering sekali gw jawab sambil berlalu saja.


Bundo juga pernah menulis 1 buku dengan 3 bab dengan judul yang berbeda yang hanya dibuat untuk dibaca oleh cucu-cucu dan keluarganya saja. Buku ke-2 yang akan Bundo tulis, terhenti karena Bundo sudah tidak mampu mengetik di depan komputer. Tulisan terakhir yang Bundo sempat ketik tertanggal Oktober 2021. Tidak lebih dari 4 bulan yang lalu, Bundo masih sempat mengetik.

Buku Bundo sempat gw sumbangkan ke perpustakaan sekolah SMA gw dulu, dan gw rasa gw mau ambil kembali buku itu atau kalau tidak mau gw fotokopi, karena softcopynya pun hilang ntah di mana.

Hal-hal yang dahulu tampak seperti bisa didapatkan kapan saja. Sekarang sungguh terasa bahwa hal tersebut tidak tergantikan dan tidak ada harganya.

Gw mau coba cari buku itu lagi buat mengenang Bundo, dan supaya nasihat-nasihat Bundo dan ajaran-ajaran beliau, bisa gw teruskan nanti sebagai kisah yang bisa gw sampaikan ke anak-cucu gw kelak.

....

Selamat Jalan Bundoku Tersayang.

Semoga Allah melapangkan kuburmu. Menerangkan kuburmu.

Dimudahkan hisabmu. Dan dipertemukan oleh orang-orang sholeh dan sholehah sepertimu.

 

Selamat Jalan Bundo.

Sekarang Bundo sudah tidak sakit lagi.

Bundo tidak perlu minum obat lagi.

Bundo sudah bisa beristirahat dengan tenang di sana.

Bundo sudah bertemu dengan Ungku kembali di sana.

 

Terima kasih Bundo.

Terima kasih Bundo.

Terima kasih.

Bundo.